Kisah Strategi Kota Kosong (空城计) lebih kurang seperti berikut ini.
Pada tahun 228 Zhuge Liang dalam Ekspedisi Utara1 dalam rangka kampanye militer untuk berperang melawan Negera Wei. Jie Ting adalah daerah penting untuk mengamankan persediaan makanan bagi ekspedisi kampanye militer ke utara. Zhuge Liang mengutus Ma Su dan Wang Ping untuk menjaga wilayah Jie Ting. Singkat cerita Ma Su gagal mengamankan wilayah Jie Ting dan mengalami kekalahan besar (Pertempuran kali ini dikenal dengan Pertempuran Jieting - 街亭之战).
Pasukan Wei yang dipimpin oleh Sima Yi memenangkan pertempuran
ini lalu mengejar hingga ke kota Xi Cheng (西城), distrik Yang
Ping (阳平). Pada saat itu sebagian besar tentara pasukan Negara Shu telah
diutus oleh Zhuge Liang pergi bersama Ma Su dan Wang Ping. Di dalam kota hanya
tersisa sedikit pasukan tentara tua yang tentu saja tidak cukup kuat untuk
menyambut serangan dari pasukan tentara Negara Wei.
Setelah pasukan Negara Wei sampai di bawah
gerbang kota Xi Cheng, mereka menemukan bahwa pintu gerbang kota terbuka lebar
menyambut mereka. Hanya ada beberapa orang yang sedang menyapu di depan pintu
gerbang kota. Lalu ada Zhuge Liang ditemani oleh dua anak kecil dengan santai
dan tenangnya memainkan kecapi di atas pintu gerbang kota. Ketika Sima Yi
melihat hal ini, lalu timbul rasa curiga di dalam hatinya bahwa mungkin Zhuge
Liang telah menyiapkan jebakan di dalam kota untuk menanti mereka. Akhirnya
dengan ketakutan Sima Yi segara mundur, dan Zhuge Liang beserta sisa pasukan Negara
Shu yang berada di kota Xi Cheng pun selamat dari kejaran tentara pasukan
Negara Wei.
Cerita tersebut di atas dikenal dengan Kisah
Strategi Kota Kosong (空城计) yang begitu terkenalnya sampai hampir semua penghobi sejarah maupun
penghobi strategi perang mengenal cerita ini, dan telah menjadi salah satu topik
yang paling menarik untuk dibicarakan ketika sedang ngopi di kedai kopi
sekaligus. Tapi apakah benar fakta sejarahnya seperti demikian? Mari kita bahas
satu persatu fakta dan mitos di balik semua ini.
Faktanya Zhuge Liang sejak zaman Dinasti Jin
sudah mulai banyak fans nya. Pada saat itu ada seorang yang bernama Guo Chong (郭冲). Guo Chong ini mungkin adalah seorang fans fanatiknya Zhuge Liang.
Guo Chong menulis sebuah artikel yang berjudul 条亮五事隐没不闻于世者 (tiao liang wu shi yinmo bu wen yu shi zhe - artinya kira-kira: Lima
Hal Tentang Zhuge Liang yang Tidak Diketahui Oleh Orang Umum). Hal ketiga dari
artikel di atas adalah cerita tentang Strategi Kota Kosong. Jadi sebenarnya
cerita Strategi Kota Kosong Zhuge Liang paling awal berasal dari artikel Guo Chong
ini.
Menurut Pei Songzhi2 dalam catatan
anotasinya di Catatan Sejarah Tiga Negara3 (三国志) menulis bahwa
kisah Strategi Kota Kosong Zhuge Liang ini tidak mungkin terjadi dan tidak
logic. Kenapa? Karena menurut catatan sejarah, pada tahun 228 Sima Yi sedang
menjabat sebagai pemimpin Jingzhou (荆州都督) di kota Wan Cheng (宛城). Jadi Sima Yi sama sekali tidak berada di daerah Yang Ping tempat
terjadinya kisah Strategi Kota Kosong Zhuge Liang, jadi tidak mungkin Zhuge
Liang dan Sima Yi bisa bertemu pada saat itu.
Tapi cerita tentang Kisah Strategi Kota Kosong
ini benar-benar sangat menarik sehingga dalam banyak karya sastra maupun novel,
kisah ini terus diceritakan secara turun temurun hingga menjadi sebuah cerita
rakyat yang sangat sulit untuk diluruskan. Begitu juga di film-film bagian ini saking
menariknya, tidak pernah dihilangkan dari film-film yang menceritakan tentang
kisah Sam Kok.
Menurut profesor Yi Zhongtian4
cerita tentang Kisah Strategi Kota Kosong ini juga tidak logis dengan beberapa
alasan berikut:
- Sima Yi sudah dengan capenya membawa pasukan
tentara sebanyak 100.000 orang, sudah menghabiskan demikian banyak sumber daya.
Tidak mungkin begitu sampai di depan pintu gerbang kota tanpa melakukan apa-apa
lalu mundur tanpa syarat hanya kerana melihat seorang Zhuge Liang membuka pintu
gerbang kota dan memainkan kecapi dengan tenang di atas pintu gerbang kota. Sebagai
seorang panglima perang tidak mungkin mundur begitu saja pada saat itu. Kenapa
tidak mengutus satu orang untuk masuk ke dalam kota dan melihat situasi yang
sebenarnya di dalam kota, tapi langsung mundur begitu saja?
- Sima Yi memimpin dengan sendiri pasukan
yang begitu banyak mengejar sampai ke depan pintu gerbang kota. Ketika sampai di
bawah kota, Sima Yi bisa dengan jelas melihat Zhuge Liang di atas kota memainkan
kecapi dengan ekspresi tenang tanpa ada rasa takut di wajahnya. Artinya jarak
antara Sima Yi dan Zhuge Liang sangat dekat. Lalu kenapa tidak suruh seorang
pemanah untuk memanah Zhuge Liang saja? Bukankah itu sangat gampang?
- Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Guo Chong, Sima Yi membawa pasukan sebesar lebih kurang 100.000 – 200.000 orang. Dengan pasukan sebesar itu, sementara di dalam kota Xi Cheng, Zhuge Liang sudah tidak punya banyak pasukan lagi. Sima Yi dengan jumlah pasukan yang demikian besar, cukup kelilingi aja kota Xi Cheng yang kecil itu selama 3 hari, maka Zhuge Liang akan segera kehabisan pasokan makanan karena baru kehilangan kota Jie Ting tempat penyimpanan makanan. Kenapa harus langsung mundur tanpa syarat begitu saja?
Sebenarnya banyak kisah cerita tentang
Zhuge Liang yang dilebih-lebihkan seperti kisah Zhuge Liang meminjam anak panah
dengan perahu rumput (草船借箭), Kisah Zhuge Liang membakar habis pasukan tentara Cao Cao di Xin
Ye (火烧新野), Kisah Meminjam Angin Timur (借东风) dan masih banyak
cerita lainnya tentang Zhuge Liang sebenarnya tidak ada tercatat dalam sejarah
resmi. Semua itu adalah gambaran sosok tokoh Zhuge Liang dalam masyarakat dan karya sastra yang
dilebih-lebihkan.
Lalu bagaimana gambaran sebenarnya tokoh
Zhuge Liang ini menurut catatan sejarah?
Chen Shou5 dalam Catatan Sejarah
Tiga Negara mengambarkan Zhuge Liang dengan “Tinggi Badan Delapan Kaki6” (身长八尺). Zhuge Liang ketika pertama kali muncul berusia 26 tahun, adalah
seorang pemuda yang tampan dengan tinggi badan yang tinggi. Peranan Zhuge Liang
yang paling besar selama masa Perang Chibi adalah membentuk aliansi antara Kelompok Liu
Bei dan Kelompok Sun Quan untuk bisa bekerja sama melawan Kelompok Cao Cao. Selain
itu, peranan lain yang sangat besar dari Zhuge Liang adalah memberikan masukan
strategi kepada Liu Bei untuk membentuk Dinasty Han menjadi Tiga Negara (三分天下的政治策略) sehingga bisa saling mengawasi di antara ketiga negara. Inilah yang
menjadi awal dari cikal bakal Kisah Tiga Kerajaan.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa Zhuge
Liang adalah seorang yang politisi yang sangat luar biasa, tapi belum tentu
seorang ahli strategi perang seperti yang digambarkan dalam Roman Kisah Tiga Negara
maupun gambaran legenda di masyarakat.
Di Kuil Wu Hou (武侯祠) di kota Chengdu
ada sebuah puisi berbunyi:
Puisi ini ditujukan untuk mengkritik Zhuge
Liang yang menghabiskan terlalu banyak sumber daya Negara Shu untuk kebutuhan kampanye
militer dalam Ekspedisi Utara Zhuge Liang tanpa ada hasil sama sekali, sehingga
mengakibatkan negara menjadi miskin dan rakyat harus menanggung pajak yang
tinggi untuk kebutuhan perang.
Hal ini tentu sangat berbeda dengan
gambaran di Roman Kisah Tiga Negara yang mengambarkan Zhuge Liang sebagai
seorang ahli strategi perang yang tiap kali perang selalu menang, bisa membaca
strategi musuh, bisa membaca cuaca, dll. Semua jendral perang di Negera Shu
hanya perlu mengikuti perintah dari Zhuge Liang ke medan perang tanpa perlu strategi
apa-apa, begitu sampai medan perang cukup buka kertas petunjuk dari Zhuge Liang
dan jalankan sudah bisa memenangkan perang.
Hal ini tentu tidak logis, karena tidak
mungkin seorang jendral perang berangkat ke medan perang tanpa memikirkan
strategi perang untuk menghadapi musuh. Tidak mungkin jendral perang yang memimpin
puluhan ribu pasukan seperti Guan Yu, Zhang Fei, Zhao Yun, dll berangkat perang
tanpa strategi sama sekali. Mereka semua diangkat menjadi seorang jendral tentu
pasti harus memenuhi syarat memiliki kualitas management manusia dan tentu saja
menguasi strategi perang, jika tidak menguasi semua kualifikasi itu, tidak
mungkin mereka diangkat menjadi jendral perang yang memimpin puluhan ribu
pasukan.
Lalu kenapa Zhuge Liang bisa digambarkan sampai sedemikian rupa? Hal ini karena orang-orang begitu mendewakan Zhuge Liang sehingga gambaran tentang Zhuge Liang di masyarakat menjadi seorang ahli strategi militer yang luar biasa. Berbicara tentang mendewakan tokoh sejarah, dalam Kisah Sam Kok, tokoh yang paling didewakan mungkin adalah Guan Yu. Guan Yu telah menjadi sosok tokoh dalam sejarah yang telah menjadi Dewa dalam gambaran legenda masyarakat. Lalu kenapa masyarakat bisa begitu mendewakan seorang Guan Yu? Nantikan tulisan berikutnya.
- Ekspedisi Utara Zhuge Liang (228 – 234) adalah
lima kampanye militer yang dilancarkan oleh negara Shu melawan negara Wei dari
tahun 228 hingga 234. Kelima ekspedisi ini dipimpin oleh Zhuge
Liang. Meskipun mereka tidak berhasil, ekspedisi ini menjadi salah
satu dari konflik paling terkenal pada periode Tiga Kerajaan.
- Pei Songzhi adalah adalah seorang sejarawan
dan politikus yang hidup pada zaman akhir dinasti Jin Timur dan dinasti
Liu Song. Ia dikenal karena membuat anotasi untuk teks
sejarah Catatan Tiga Kerajaan (Sanguozhi) yang ditulis
oleh Chen Shou pada abad ketiga, menyediakan penjelasan tambahan yang
diberikan dari karya aslinya. Komentarnya, yang diselesaikan pada tahun 429,
menjadi bagian dalam dari edisi-edisi berikutnya dari Sanguozhi,
menjadikan karya tersebut dikerjakan tiga kali dari aslinya.
- Catatan Sejarah Tiga Negara (三国志) adalah sebuah catatan sejarah resmi mengenai Zaman Tiga
Negara meliputi periode dari tahun 189 sampai tahun 280 yang
disusun oleh Chen Shou pada abad 3 Masehi. Karya tersebut
merupakan koleksi dari semua sejarah ke-3 negara bagian yaitu Wei, Wu dan Shu
dalam suatu catatan yang kemudian menjadi dasar sebuah roman yang dikenal
dengan nama Kisah Tiga Negara. Catatan sejarah ini menjadi salah satu buku
sejarah dari 25 buku sejarah Tiongkok (二十五史). Pada dasarnya,
catatan sejarah ini tidak memiliki alur cerita yang bersambung, melainkan
menceritakan sejarah setiap negara dan tokoh-tokoh dari negara tersebut dalam
bab-bab tersendiri.
- Yi Zhongtian adalah seorang penulis, sejarahwan,
dan professor dan Ph.D supervisor di Department of Chinese Language dan
Literatur di Xiamen University's School of Humanities.
- Chen Shou adalah seorang sejarawan yang
hidup di Zaman Tiga Negara dan awal Dinasti Jin barat
(265–420). Ia terkenal sebagai penulis Catatan Sejarah Tiga Negara (三国志), suatu catatan sejarah dari Dinasti Han Timur akhir dan
periode "Tiga Negara" di Tiongkok.
- Satuan ukuran kaki di sini adalah satuan ukuran pada zaman Dinasti Han, sekitar 23cm. Jadi 8 kaki sekitar 184cm.
Posting Komentar